Konflik antara Israel dan Palestina terus berlanjut memasuki bulan ke-11, dengan eskalasi ketegangan yang semakin meningkat di berbagai front. Dalam sepekan terakhir, rangkaian peristiwa menunjukkan bahwa situasi di wilayah tersebut semakin memanas dan berpotensi meluas menjadi konflik regional yang lebih besar.
Serangan udara Israel yang terus-menerus di Jalur Gaza telah menimbulkan korban jiwa yang signifikan di kalangan warga sipil Palestina. Sementara itu, kelompok militan Hamas dan sekutunya, termasuk Hizbullah di Lebanon, terus melancarkan serangan balasan terhadap Israel. Ketegangan juga semakin meningkat di perbatasan Israel-Lebanon, dengan kedua belah pihak terlibat dalam baku tembak hampir setiap hari.
Dalam artikel ini, kita akan melihat rangkuman peristiwa penting terkait konflik Israel dan Palestina yang terjadi dalam sepekan terakhir. Mulai dari serangan udara mematikan, korban sipil yang terus berjatuhan, hingga perkembangan diplomasi dan reaksi internasional terhadap krisis yang sedang berlangsung, berikut perkembangan terkini konflik Israel dan Palestina, sebagaimana telah dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Rabu (18/9/2024).
Serangan Udara Israel Tewaskan 16 Warga Sipil di Gaza
Pada hari Senin (16/9/2024), serangan udara Israel kembali menghantam Jalur Gaza, merenggut nyawa setidaknya 16 warga sipil, termasuk wanita dan anak-anak. Serangan pertama meratakan sebuah rumah di kamp pengungsi Nuseirat di Gaza tengah, menewaskan 10 orang, termasuk empat wanita dan dua anak-anak. Serangan kedua yang menargetkan sebuah rumah di Kota Gaza menewaskan enam orang lainnya, termasuk seorang wanita dan dua anak-anak.
Rumah Sakit Awda, yang menerima jenazah korban, mengonfirmasi jumlah korban tewas dan melaporkan 13 orang terluka dalam serangan tersebut. Catatan rumah sakit menunjukkan bahwa di antara korban tewas terdapat seorang ibu, anaknya, dan lima saudara kandung sang ibu.
Serangan-serangan ini semakin menambah daftar panjang korban sipil dalam konflik Israel dan Palestina. Menurut data dari otoritas Kesehatan Jalur Gaza, lebih dari 41.000 warga Palestina telah tewas sejak serangan Israel dimulai pada 7 Oktober 2023, dengan lebih dari separuh korban adalah perempuan dan anak-anak.
11 Anggota Satu Keluarga Tewas dalam Serangan Israel
Tragedi lain menimpa warga sipil Palestina pada Sabtu (14/9/2024) pagi, ketika serangan udara Israel menghantam sebuah rumah di Kota Gaza dan menewaskan 11 anggota dari satu keluarga. Juru bicara Badan Pertahanan Sipil Gaza, Mahmud Bassal, mengonfirmasi bahwa di antara korban tewas terdapat empat anak-anak dan tiga wanita.
Serangan tersebut terjadi di dekat sekolah Shujaiya di lingkungan Al-Tuffah, Kota Gaza. Tim penyelamat dilaporkan masih terus mencari korban yang hilang di lokasi kejadian. Selain serangan ini, Bassal juga melaporkan serangan-serangan serupa di beberapa bagian lain wilayah Gaza yang menewaskan sedikitnya 10 orang lainnya.
Peristiwa ini semakin menegaskan dampak mengerikan konflik Israel dan Palestina terhadap warga sipil, terutama anak-anak dan wanita yang menjadi kelompok paling rentan dalam situasi perang.
Hamas Siap Hadapi Perang Jangka Panjang
Di tengah meningkatnya korban jiwa, pemimpin Hamas Yahya Sinwar menyatakan kesiapan kelompoknya untuk menghadapi perang jangka panjang melawan Israel. Dalam surat yang ditujukan kepada kelompok Houthi di Yaman, Sinwar mengatakan bahwa Hamas memiliki sumber daya yang cukup untuk mempertahankan perlawanannya terhadap Israel, dengan dukungan dari sekutu regional yang didukung Iran.
“Kami telah mempersiapkan diri untuk berperang dalam perang yang melelahkan,” tulis Sinwar. Ia juga menegaskan bahwa upaya gabungan Hamas dengan kelompok-kelompok di Lebanon dan Irak akan “mematahkan musuh ini dan mengalahkannya.”
Pernyataan ini muncul menjelang peringatan satu tahun pecahnya perang terbaru antara Israel dan Palestina. Sementara itu, Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant memperingatkan bahwa prospek untuk menghentikan pertempuran dengan militan Hizbullah di Lebanon semakin meredup, yang semakin meningkatkan kekhawatiran akan terjadinya konflik regional yang lebih luas.
Israel Perluas Tujuan Perang, Sinyal Eskalasi dengan Hizbullah
Dalam perkembangan yang mengkhawatirkan, Israel telah memperluas tujuan perangnya untuk mencakup pemulangan warganya di utara yang dievakuasi karena serangan kelompok Hizbullah di Lebanon. Keputusan ini disetujui selama pertemuan kabinet keamanan yang berlangsung pada Senin (16/9/2024) malam.
Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant menyatakan bahwa kemungkinan untuk mencapai kesepakatan dengan Hizbullah semakin menipis karena kelompok tersebut terus mengikatkan diri dengan Hamas dan menolak mengakhiri konflik. “Oleh karena itu, satu-satunya cara yang tersisa untuk memastikan kembalinya masyarakat di utara Israel ke rumah mereka adalah melalui tindakan militer,” ungkap Gallant.
Perluasan tujuan perang ini menandakan potensi eskalasi konflik antara Israel dan Hizbullah, yang dapat semakin memperumit situasi di kawasan tersebut dan meningkatkan risiko konflik regional yang lebih luas.
Serangan Lintas Batas Terus Berlanjut
Sementara itu, pertukaran serangan antara Israel dan Hizbullah di perbatasan Israel-Lebanon terus berlanjut. Pada hari Kamis (12/9/2024), serangan Israel di selatan Lebanon menewaskan tiga orang, termasuk seorang anak. Sebagai balasan, Hizbullah meluncurkan rentetan roket Katyusha ke Komando Utara Israel pada Jumat (13/9) pagi.
Eskalasi kekerasan di perbatasan ini semakin meningkatkan kekhawatiran akan potensi perang yang lebih luas antara Israel dan Hizbullah, yang dapat memiliki dampak signifikan terhadap stabilitas regional.
Upaya Diplomasi dan Reaksi Internasional
Di tengah meningkatnya ketegangan, upaya diplomasi untuk menyelesaikan konflik Israel dan Palestina terus dilakukan. Amerika Serikat (AS) dilaporkan sedang menyelesaikan proposal baru untuk menjembatani kesenjangan yang tersisa antara Israel dan Hamas.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken melakukan kunjungan ke Mesir pada hari Selasa (17/9) untuk membahas upaya gencatan senjata dengan pejabat Mesir. Namun, tuntutan Israel untuk mempertahankan pasukan di perbatasan Jalur Gaza-Mesir dan rincian tentang pembebasan tawanan tetap menjadi poin-poin utama yang menjadi perdebatan.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menegaskan bahwa tidak ada pembenaran atas hukuman kolektif terhadap rakyat Palestina. “Kami semua mengutuk serangan teror yang dilakukan Hamas, penyanderaan, yang merupakan pelanggaran mutlak terhadap hukum humaniter internasional,” kata Guterres. “Namun, kenyataannya tidak ada yang membenarkan hukuman kolektif terhadap rakyat Palestina dan itulah yang kita saksikan secara dramatis di Jalur Gaza.”
Unjuk Rasa di Israel Tuntut Pembebasan Sandera
Di Israel, ribuan orang kembali turun ke jalan di kota-kota utama pada Sabtu (15/9/2024) untuk menuntut pembebasan para sandera yang masih ditahan di Gaza. Dari 251 tawanan yang ditangkap selama serangan Hamas pada tanggal 7 Oktober di Israel, 97 masih ditahan di Jalur Gaza, termasuk 33 yang menurut militer Israel telah tewas.
Unjuk rasa mingguan ini terus menekan pemerintah Israel yang dituduh oleh para kritikus mengulur-ulur kesepakatan untuk membebaskan para sandera yang tersisa. Penyelenggara protes mengatakan jumlah massa telah bertambah bulan ini setelah pengumuman oleh otoritas Israel bahwa enam sandera yang jasadnya ditemukan oleh pasukan telah ditembak mati oleh militan di sebuah terowongan Gaza selatan.
Konflik Israel dan Palestina di Persimpangan Kritis
Rangkaian peristiwa dalam sepekan terakhir menunjukkan bahwa konflik Israel dan Palestina berada di persimpangan yang sangat kritis. Dengan korban sipil yang terus berjatuhan, perluasan tujuan perang oleh Israel, dan ancaman eskalasi dengan Hizbullah, situasi di kawasan tersebut semakin memanas dan berpotensi meluas menjadi konflik regional yang lebih besar.
Sementara upaya diplomasi terus dilakukan, tantangan yang dihadapi untuk mencapai kesepakatan damai tetap sangat besar. Komunitas internasional perlu meningkatkan tekanan pada semua pihak yang terlibat untuk menghentikan kekerasan dan kembali ke meja perundingan.
Nasib jutaan warga sipil yang terjebak dalam konflik ini bergantung pada kemampuan para pemimpin untuk mengesampingkan perbedaan dan bekerja sama menuju solusi yang adil dan berkelanjutan. Tanpa langkah-langkah konkret untuk de-eskalasi dan dialog yang bermakna, krisis kemanusiaan di Jalur Gaza dan ketegangan regional yang semakin meningkat hanya akan semakin memburuk.