Adalah Mahmoud Almadhoun, seorang koki dapur umum di Gaza yang meninggal dunia dalam serangan pesawat tidak berawak milik Israel. Pria berusia 33 tahun itu dilaporkan tengah berjalan menuju Rumah Sakit Kamal Adwan Sabtu pagi, 30 November 2024, untuk mengantarkan makanan pada ratusan pasien di Beit Lahiya yang terkepung, di Gaza utara.
Beberapa saat kemudian, sebuah pesawat nirawak Israel menyerang dan menewaskan Mahmoud, menurut dua kerabatnya. Itu terjadi beberapa bulan setelah ia mengatakan pada CNN, dikutip Kamis (5/12/2024), bahwa bertahan hidup selama lebih dari setahun dalam perang adalah “kemenangan terbesar kami.”
“Mereka membunuhnya di tempat,” kata Hani Almadhoun, kerabat Mahmoud, pada publikasi tersebut, Senin, 2 Desember 2024. “Mereka telah menargetkannya. Itu adalah serangan terhadapnya, bukan kecelakaan.”
Seorang teman bergegas membawa Mahmoud ke fasilitas medis, tapi langsung dikepung tembakan, tuduh Hani, yang tinggal di Virginia, Amerika Serikat (AS). “Mereka pikir, mereka bisa menyelamatkannya, tapi mereka mengatakan tembakan penembak jitu mulai menembaki mereka atau berada di dekat mereka.”
“Mereka mencoba mencari rute lain, tapi tidak bisa. Jadi, mereka membawanya pulang, mengucapkan selamat tinggal terakhir, menutup tubuhnya dengan selimut (dan) segera menguburnya,” ia menambahkan.
Selama setahun terakhir, militer Israel telah menahan Mahmoud dua kali di Gaza Utara untuk kemudian dibebaskan, kata Hani. “Dia ditahan tanpa busana, dan mereka membebaskannya,” katanya. “Saat mereka tidak tertarik, mereka membiarkan tawanan pergi.”
Krisis Kemanusiaan di Gaza
Serangan militer Israel di Gaza sejak 7 Oktober 2023 telah menghancurkan seluruh keluarga, mengubah lingkungan yang dulunya ramai jadi daerah pengungsian yang luas, dan memicu krisis kemanusiaan berupa kelaparan parah, dehidrasi, serta penyakit.
Serangan di daerah Al Mawasi di Gaza selatan, yang telah ditetapkan Israel sebagai zona kemanusiaan, merupakan salah satu serangan terbaru di daerah tempat pengungsi Palestina berlindung. Setidaknya 20 orang tewas, termasuk 11 anak-anak, menurut pejabat rumah sakit Nasser pada Rabu, 4 Desember 2024.
Militer Israel mengatakan, berbagai upaya telah dilakukan untuk mengurangi dampak pada warga sipil sebelum “serangan tepat” terhadap militan senior Hamas di daerah kemanusiaan tersebut. Setidaknya 44.502 warga Palestina telah tewas sejak Israel melancarkan serangan militer di Gaza, menurut Kementerian Kesehatan setempat.
Sebanyak 105.454 orang lainnya telah terluka, tambah kementerian itu. Hani mengatakan pada CNN bahwa setidaknya 180 kerabatnya, termasuk anggota keluarga dekat dan jauh, telah tewas akibat serangan Israel di Gaza.
Meninggalkan Istri dan 7 Anak
Musim dingin lalu, saudara laki-lakinya yang lain, Majed, istrinya, dan keempat anak mereka, tewas akibat serangan udara Israel, hanya dua jam sebelum gencatan senjata sementara berlaku. Mahmoud meninggalkan istrinya, Alaa, dan tujuh anak mereka, yang termuda adalah seorang bayi perempuan bernama Aline, yang lahir dua minggu lalu.
Keluarga tersebut telah melarikan diri dari Beit Lahiya ke lingkungan lain di Gaza utara, kata Hani. “Tidak ada seorang pun di sana yang mendukung mereka,” sebut dia. “(Mahmoud) adalah pencari nafkah mereka, dan dia adalah seorang ayah.”
“Dia memiliki sisi yang lembut. Dia suka bercanda. Dia selalu menggoda ibu dan ayah saya. Dia juga peduli dengan tetangganya,” imbuh Hani.
Sebelum perang, Mahmoud memiliki toko yang menjual perangkat seluler. Namun, seperti banyak pengecer lain di daerah kantong itu, pengeboman Israel menghancurkan usahanya. Sebagai gantinya, ia beralih mengelola dapur umum.
Pada September lalu, Mahmoud mengatakan pada CNN bahwa ia memberi makan antara 600 hingga 800 keluarga per hari di Jalur Gaza utara. “Alhamdulillah kami selamat secara fisik,” katanya. “Itulah kemenangan terbesar kami.”
Menolak Pergi
Kemudian pada 5 Oktober 2024, pasukan Israel melancarkan serangan udara dan darat terhadap tiga wilayah di Gaza utara. Itu menghancurkan seluruh blok jalan, memperparah kelaparan kronis, dan membuat petugas darurat tidak dapat menyelamatkan warga sipil yang terluka oleh serangan gencar tersebut.
Militer Israel mengatakan serangan itu menargetkan keberadaan Hamas yang baru di wilayah tersebut. Seiring meningkatnya serangan Israel, operasi dapur umum jadi semakin genting, kenang Hani.
Pada hari-hari menjelang kepergiannya, Mahmoud mengirimkan makanan untuk 200 hingga 250 keluarga per hari. Dia mulai mengirim makanan ke Rumah Sakit Kamal Adwan di dekatnya, melayani pasien dan staf medis, menurut sepupunya yang tinggal di Gaza.
“Dalam upaya terakhirnya, dia berhasil membawa sayuran dengan pasokan bantuan dan ambulans yang telah tiba di utara, membawa kegembiraan bagi banyak orang selama masa-masa sulit seperti itu,” kata Yahya Almadhoun pada CNN, Senin, 2 Desember 2024.
“Dia menolak untuk meninggalkan wilayah utara (Gaza). Ketika kami melarikan diri dari wilayah utara, kami berbicara dengannya dan mendesaknya ikut bersama kami, tapi dia menolak dan berkata, ‘Selama masih ada orang dan rumah sakit di sini, saya akan tetap tinggal untuk mendukung dan menyediakan layanan bagi mereka. Saya tidak bisa pergi,'” ungkapnya.